Menyikapi Politik Balas Budi Kepala Daerah
Pagi hari ini tanggal
25 Februari 2016, media-media nasional sedang ramai memberitakan politik balas
dendam versus politik balas jasa.
Fenomena politik terjadi pasca pelantikan kepala daerah beberapa hari yang lalu. Fenomena yang dimaksud adalah banyaknya mutasi Aparatur Sipil Negara oleh kepala daerah yang baru dilantik. Fenomena ini banyak menuai kritik publik karena keputusan mutasi di dalam birokrasi didasarkan pada kepentingan individu maupun kolektif.
Fenomena politik terjadi pasca pelantikan kepala daerah beberapa hari yang lalu. Fenomena yang dimaksud adalah banyaknya mutasi Aparatur Sipil Negara oleh kepala daerah yang baru dilantik. Fenomena ini banyak menuai kritik publik karena keputusan mutasi di dalam birokrasi didasarkan pada kepentingan individu maupun kolektif.
Pada dasarnya,
birokrasi merupakan salah satu bentuk organisasi yang memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, birokrasi menjalankan
tiga fungsi yaitu fungsi pelayanan publik, fungsi empowerment, dan fungsi
development. Ketiga fungsi ini lah yang menjadi dasar bekerja para birokrat
khususnya di daerah. Birokrasi dalam studi administrasi negara dapat berjalan
setelah terjadi proses politik. Dan yang perlu menjadi prinsip adalah bahwa
birokrasi merupakan instrument negara dalam mensejahterakan rakyat, bukan
menjadi pemuas bagi kepentingan kepala daerah yang terjadi dalam proses
politik.
Mutasi yang dilakukan
oleh Kepala Daerah di dalam birokrasi haruslah berdasarkan pada kinerja, bukan
pada kepentingan balas jasa atau balas dendam karena telah menyukseskan
pemilihan kepala daerahnya. Namun, terjadi anomaly di sini, ketika kepala
daerah baru menjabat langsung terjadi mutasi besar-besaran. Bagi mereka yang
mendukung, maka akan mendapat posisi atau tempat yang strategis di pemerintahan.
Bagi mereka yang tidak mendukung, akan mendapat posisi atau tempat yang tidak
strategis. Strategis dalam hal ini adalah berkaitan dengan harta dan tahta.
Kaderisasi
Partai Politik
Dalam sistem demokrasi,
partai politik menjadi salah satu pilar penegak sistem. Keduanya berbeda, tapi
tetap saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan karena partai politik
merupakan bagian dari demokrasi. Dalam sistem politik yang dianut oleh
Indonesia, model partai politik bersifat multi-partai. Artinya, Indonesia memiliki
banyak partai politik. Hal ini juga menunjukkan betapa beragam nya kepentingan
yang dibawa oleh tiap-tiap partai, namun tetap menuju satu tujuan yaitu
Indonesia Maju dan Sejahtera.
Partai politik memiliki
fungsi mempersiapkan para kader nya sebagai calon pemimpin-pemimpin nasional
dan daerah. Melihat kenyataannya sekarang, para kader partai yang terpilih
sebagai kepala daerah gagal memahami dan memaknai kepemimpinan dalam konteks
kepemimpinan publik. Kepemimpinan publik haruslah memperjuangkan kepentingan
publik, bukan kepentingan individu maupun golongan. Sistem demokrasi yang
diterapkan oleh negara kita haruslah dijalankan sepenuh hati, tidak berhenti
pada tataran pemilihan saja. Namun, berlanjut sampai kepada pelaksanaan
pemerintahan dan pengambilan keputusan.
Solusinya
Seperti yang kita
ketahui, kita memiliki Lembaga Ketahanan Nasional yang memiliki fungsi untuk
menanamkan wawasan kebangsaan dan keIndonesiaan pada masyarakat, khususnya para
calon pemimpin bangsa. Begitupun dengan para calon kepala daerah sebelum
dicalonkan haruslah ditanamkan wawasan kebangsaan dan keIndonesiaan melalui
Lemhannas ini. Lembaga Ketahanan Nasional terkesan kurang dipahami dan
dimaknai, sehingga kurang dihormati oleh para calon pemimpin kepala daerah.
Pendidikan kepemimpinan di partai politik pada kenyataannya tidak cukup,
dibutuhkan wawasan kebangsaan dan keIndonesiaan ini agar terbuka pikiran dan
hati nurani para pemimpin kita untuk mensejahterakan masyarakat, bukan berbagi
jabatan ketika memimpin.
Kemudian yang kedua, politik
balas budi sangat buruk mempengaruhi berjalannya birokrasi. Hal ini dalam studi
administrasi negara disebut dengan neo-politisasi birokrasi, yang mana
berjalannya birokrasi sangat ditentukan oleh kepemimpinan politik yang sedang
memimpin. Implikasinya adalah pembangunan yang tidak akan berkelanjutan. Maka
dari itu, untuk menghindari masalah tersebut, para birokrat kita haruslah bebas
dari aktivitas partai politik. Hal ini yang perlu mendapat perhatian dan
pengawasan dari Kementerian Dalam Negeri selaku yang menaungi para pelaksana
birokrasi atau aparatur sipil negara.
Komentar
Posting Komentar