Ekonomi Politik Neo-Klasik
Pemikiran-pemikiran
ekonomi saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat panjang.
Pemikiran-pemikiran ini terbagi dalam beberapa mazhab dimulai dari mazhab
klasik, neo-klasik, radikal marxis, Keynesian, dan lainnya.
Praktik perekonomian dewasa ini tentunya tidak lepas dari perkembangan mazhab teori ekonomi. Namun, pada pembahasan kali ini, penulis akan memfokuskan diri pada teori ekonomi politik pada mazhab neo-klasik. Seperti yang kita ketahui, banyak tokoh-tokoh yang lahir pada mazhab ini mulai dari Herman Heinrich (1810-1858), Karl Merger (1841-1921), Eugen Von Bohm Bawerk (1851-1914), Fredrick Von Weiser (1851-1926) (aliran Austria-yang berasal dari Universitas Wina), Kemudian, Williams Sanley Jevons ((1835-1882), Alfred Marshall (1842-1924), A.C. Pigou (1877-1938) yang berasal dari Inggris (Universitas Cambridge dan Oxford). Selanjutnya, John Bates Clark (1847-1938, Irving Fisher (1867-1947), F.W. Taussug (1859-1940) dari Amerika Serikat (Universitas Columbia, Yale, dan Harvard).
Praktik perekonomian dewasa ini tentunya tidak lepas dari perkembangan mazhab teori ekonomi. Namun, pada pembahasan kali ini, penulis akan memfokuskan diri pada teori ekonomi politik pada mazhab neo-klasik. Seperti yang kita ketahui, banyak tokoh-tokoh yang lahir pada mazhab ini mulai dari Herman Heinrich (1810-1858), Karl Merger (1841-1921), Eugen Von Bohm Bawerk (1851-1914), Fredrick Von Weiser (1851-1926) (aliran Austria-yang berasal dari Universitas Wina), Kemudian, Williams Sanley Jevons ((1835-1882), Alfred Marshall (1842-1924), A.C. Pigou (1877-1938) yang berasal dari Inggris (Universitas Cambridge dan Oxford). Selanjutnya, John Bates Clark (1847-1938, Irving Fisher (1867-1947), F.W. Taussug (1859-1940) dari Amerika Serikat (Universitas Columbia, Yale, dan Harvard).
Sekitar
tahun 1870, Pemikiran ekonomi mengalami pergeseran yang tidak sulit untuk
ditemukan sebab-sebabnya. Hal ini disebabkan oleh suatu cara pendekatan baru
yang mulai menggeser pendekatan di dalam tradisi klasik. Secara singkat,
kekhawatiran pada masa ini dimana akan timbulnya keadaan yang stasioner dengan
tingkat upah yang hanya cukup untuk kebutuhan hidup minimum para pekerja, sudah
bukan menjadi permasalahan yang menarik perhatian umum pada saat itu (Baldwin,
Gerald E Meier & Robert E, 1972, hal 96).
Akibat
dari kondisi diatas, para ahli ekonomi neo-klasik cukup berani untuk melepaskan
pendekatan-pendekatan yang selama ini digunakan oleh ahli ekonomi klasik.
Khususnya, terdapat kecenderungan untuk mulai mengurangi bahasan pembangunan
ekonomi di dalam studi ekonomi. Para ahli ekonomi neo-klasik mengalihkan
perhatian mereka pada persoalan-persoalan jangka waktu yang lebih pendek.
Maksud dari lebih pendek ini adalah para ahli ekonomi neo-klasik lebih suka
untuk menyelidiki teori-teori ekonomi dengan memperpendek horizon-waktu mereka.
Kebanyakan para ahli lebih memperhatikan saling hubungan antara berbagai bagian
dari suatu perekonomian pada suatu saat tertentu daripada memperhatikan
bagaimana gerak-geriknya bagian ini dalam periode waktu jangka panjang
(Baldwin, Gerald E Meier & Robert E, 1972, hal 96-98). Pada era ini, para
ahli ekonomi neo-klasik telah menyumbangkan beberapa hal penting mengenai
teori-teori pembangunan, seperti teori akumulasi capital, konsep pembangunan
sebagai suatu proses yang berangsur-angsur, konsep pembangunan sebagai suatu
proses yang selaras, optimism pembangunan, aspek-aspek internasional dari
pembangunan, dan beberapa penilaian terhadap analisa neo-klasik.
Dari
mazhab neo-klasik diatas lah, maka muncul konsep ekonomi politik neo-klasik.
Mazhab ini juga menjadi cikal bakal sistem ekonomi kapitalis dan dipraktikkan
oleh hampir seluruh negara di dunia. Sistem ekonomi kapitalis ditopang oleh 4
pilar dasar. Pertama, kegiatan ekonomi pada sistem kapitalis digerakkan oleh
pasar bebas (free trade) dengan harga sebagai penandanya. Kedua, setiap
individu diberikan kebebasan untuk mempunyai hak kepemilikan sebagai dasar dalam
melakukan transaksi. Ketiga, kegiatan ekonomi dibagi dalam 3 aktor yaitu
pemodal (capital), tenaga kerja (labour), dan pemilik lahan (land). Keempat,
karena sistem ekonomi didasarkan oleh pasar bebas, maka tidak ada halangan bagi
pelaku ekonomi untuk keluar masuk pasar (free entry and exit barriers)
(Yustika, Ahmad Erani, Ph.D, 2009, hal 24-25).
Penjelasan
diatas menjadi akar bagi ekonomi politik neo-klasik. Namun, sesungguhnya
ekonomi politik klasik memiliki perbedaan dengan ekonomi politik neo-klasik. Ekonomi
Politik Klasik atau EKP dibangun oleh dua pokok pikiran yaitu, pasar dapat
meregulasi sendiri (self-regulating market) dan eksistensi teori nilai dan
distribusi (value and distribution). Prinsip Self-regulating market ini lah
yang mengantarkan kita pada pemahaman bahwa teradapat keunggulan bidang ekonomi
apabila direlasikan dengan bidang-bidang lainnya. Kemudian, eksistensi teori
nilai dan distribusi disini dianggap sebagai harga suatu barang/jasa dihitung
dari jumlah (jam kerja) tenaga kerja yang dibutuhkan. Artinya, nilai suatu
barang/jasa ditentukan oleh sistem pembagian kerja. Oleh karena itu, bagi
ekonomi politik klasik persoalan ketimpangan pendapatan memang sangat mungkin
terjadi, tetapi hal itu merupakan soal perjuangan antar kelas (class struggle).
Dengan begitu, sangat jelas bahwa Ekonomi Politik Klasik memercayai bahwa
seluruh kegiatan ekonomi seharusnya dapat digerakkan dan diorganisir oleh suatu
lembaga bernama pasar (Yustika, 2009:26-27).
Sedangkan,
ekonomi politik Neo-klasik tumbuh seiring dengan munculnya marginalist
economics pada tahun 1780-an. Fokus perhatian dari pemikiran neo-klasik adalah
menempatkan individu sebagai “constrained choice” (Caporaso dan Levine, 1992:79
dalam Yustika, 2009:29). Individu dianggap sebagai agen yang memilih (choosing
agent), yaitu seseorang yang memilih beberapa alternatif dengan membayangkan
dampak yang akan diterimanya di kemudian hari. Pada proses pengambilan
keputusan tersebut, individu dihadapkan dalam situasi kelangkaan (scarcity),
yakni kesenjangan antara keinginan/kebutuhan dn ketersediaan sumberdaya. Teori
ini beranggapan bahwa mekanisme pasar merupakan cara terbaik bagi individu
untuk mengambil keputusan di tengah kondisi kelangkaan tersebut. Ekonomi
neo-klasik tidak memperhitungkan sebuah dunia dimana kehidupan ekonomi
didominasi perusahaan-perusahaan besar yang dapat memanipulasi besar, karena
terlalu menekankan pada pemaksimalan individu secara rasional dan asumsi atas
persaingan sempurna (Yustika, 2009: 28-29).
Referensi
Baldwin, Gerald M Meier dan Robert E. 1972. Pembangunan
Ekonomi Jilid 1. Jajasan Dana Buku Indonesia: Djakarta.
Yustika, Ahmad Erani. 2009. Ekonomi Politik : Kajian
Teoritis dan Analisis Empiris. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar